
383 total views, 383 views today
DELIK-HUKUM.ID ( JAKARTA ) — Untuk mendukung dua program strategis nasional Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Republik Indonesia.
“Maka, pihaknya menyoroti dari berbagai tantangan dan potensi yang dimiliki oleh rumah sakit di bawah naungan perguruan tinggi, sekaligus menjawab arahan Menteri.
“Jadi, pihaknya berkomitmen penuh seluruh Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri (RSPTN) dan Rumah Sakit Gigi dan Mulut Perguruan Tinggi Negeri (RSGM PTN) di Indonesia,” ujar Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri (ARSPTN), Prof. Dr. Nasronudin, dalam sambutannya pada acara 6th Annual Meeting ARSPTN, Sabtu (4/10/2025) di Jakarta.
Dijelaskannya, bahwa Akselerasi Dokter Spesialis Jadi Prioritas Utama, dengan pendidikan dokter spesialis 1 dan dokter spesialis 2 sebagai program nasional utama yang harus didukung. Mengutip data Menteri pada 22 Juli 2025, Indonesia masih menghadapi kekurangan sekitar 70.000 dokter dalam satu dekade ke depan, atau setara dengan kebutuhan 7.000 dokter spesialis setiap tahunnya.
“Artinya, ini menjadi PR kami, PR pemerintah, tetapi ini PR juga bagi kami di RSBTN, RSGBTN, untuk bisa mendukung dan menyelesaikan program-program tersebut,” jelas Prof. Nasronudin.
Ia menyebutkan, bahwa hal tersebut RSPTN/RSGM PTN sudah mulai bergerak cepat, termasuk di Universitas Airlangga (UNAIR) di mana Prof. Nasronudin juga menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif Satgas.
“Maka, dengan langkah konkret yang diambil adalah membangun kolaborasi antar institusi perguruan tinggi serta penjajakan dengan 15 rumah sakit di Jawa Timur. Ajakan untuk melakukan hal serupa juga disampaikan kepada seluruh direktur RSPTN/RSGM PTN se-Indonesia,” ucap Prof. Nasronudin.
Ditegaskannya, bahwa pihaknya mendukung Konversi Sinematografi Industri (KSI) dan Riset Hilirisasi
Program strategis kedua yang disoroti adalah Konversi Sinematografi Industri (KSI), yang dicanangkan dan diresmikan oleh Presiden Prabowo pada 8 Agustus 2025 di ITB.
“Jadi seluruh RSPTN/RSGM PTN siap mendukung penuh program ini, khususnya dalam peran riset yang sangat penting. Bahkan, Bapak Menteri telah mencanangkan ada dua riset yang harus kita sukseskan, yaitu riset dasar dan riset terhilirisasi,” tandas Prof. Nasronudin.
Ia menambahkan, bahwa terkait riset dasar, ARSPTN mendorong peningkatan kinerja dan perluasan kolaborasi untuk menghasilkan tiga produk akademis: publikasi, hak kekayaan intelektual (HKI), dan materi ajar. Khusus untuk publikasi, kolaborasi internasional didorong untuk meningkatkan dampaknya.
“Sementara itu, untuk riset terhilirisasi, kolaborasi dengan industri nasional ditekankan. Targetnya adalah berkontribusi pada kemandirian Indonesia di bidang kesehatan, terutama dalam penyediaan alat kesehatan (alkes) dan obat-obatan, mengingat saat ini 93% alkes dan obat-obatan masih diimpor,” papar Prof. Nasronudin.
Revitalisasi RSPTN dan Harapan Menjadi Rumah Sakit Internasional, diceritakannya bahwa Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri (RSPTN) pada hakikatnya adalah “harta karun” yang perannya harus dioptimalkan.
Terutama bagi RSPTN yang sudah berstatus Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH), mereka didorong untuk melaksanakan layanan unggulan, pendidikan medis berbasis pelayanan, dan penelitian berbasis pelayanan (misalnya, pelayanan robotik dan stem cell).
Terakhir, ARSPTN menaruh harapan besar pada program revitalisasi RSPTN dari pemerintah. Merujuk pada harapan Presiden Prabowo untuk merealisasikan pembangunan 58 rumah sakit di daerah 3T dan terbangunnya 500 rumah sakit unggul berstatus paripurna pada akhir tahun 2026, RSPTN sangat membutuhkan bantuan kelengkapan peralatan dan bantuan fisik bagi yang masih berstatus Satuan Kerja (Saker),” beber Prof. Nasronudin.
Ia juga menerangkan, bahwa dengan dukungan SDM yang unggul dan terlatih, berharap dari 40 RSPTN/RSGM PTN yang ada, pemerintah dapat membantu agar rumah sakit tersebut dapat diangkat menjadi rumah sakit berkualifikasi internasional, unggul, dan berstrata paripurna.
“Jadi, dengan tercapai rumah sakit unggul internasional paripurna tadi, maka pergerakan masyarakat Indonesia yang mencari pengobatan ke luar negeri, saya kira tidak perlu terjadi,” harap Prof. Nasronudin.
Prof. Nasronudin juga menyinggung potensi penghematan dana sekitar 187 triliun rupiah per tahun yang saat ini mengalir ke luar negeri untuk pengobatan.
“Untuk itu, ARSPTN memohon dukungan berupa mandat akselerasi dari Menteri, menekankan pentingnya regulasi yang mengikuti akselerasi, bukan sebaliknya, demi tercapainya target-target program nasional dengan lebih cepat,” pungkasnya.
( MUL/RED )