48,446 total views, 298 views today
DELIK-HUKUM.ID ( PARIMO, SULTENG ) — Aktifitas Pertambangan Emas Tanpa Izin [PETI] di Desa Karya Mandiri, Kecamatan Ongka Malino, Kabupaten Parigi Moutong [Parimo], Provinsi Sulawesi Tengah [Sulteng]. Hingga kini belum bisa dilakukan penutupan/pembersihan oleh jajaran Polres Parimo.
Dari informasi yang berhasil dihimpun media ini. Sulitnya dilakukan penutupan pada aktifitas PETI di Karya Mandiri, diduga adanya pemberian upeti kepada sejumlah pihak yang berkompoten untuk melakukan penutupan.
Selain itu, Gustiansyah M Anang dan Rifay Tendean, warga Desa Karya Mandiri, diduga kuat ikut menerima fee dari para cukong PETI di Karya Mandiri, tidak tanggung-tanggung dalam waktu 3 bulan lebih, kedua oknum pemuda tersebut diduga telah menerima fee ratusan juta rupiah dari satu pemodal.
Informasi yang berhasil dihimpun media ini, untuk bisa mendapatkan sejumlah dana tersebut. Gusti dan RIpay, [panggilan keseharian]. Diduga telah membuat aturan, yang diterapkan kepada para pemodal, yang akan melakukan pengolahan di lokasi PETI Karya Mandiri.
Adapun aturan tersebut, diantaranya ; Setiap alat berat yang masuk, wajib mendapatkan pengawalan, dengan tarif 1.5 juta rupiah persatu unit alat. Pemodal tidak bisa berhubungan dengan pemilik lahan/lokasi, harus melalui mereka berdua [Gusti dan Rifay]. Pemodal wajib memberikan fee sebesar 12 persen dari penghasilan [2 persen untuk pengurus, 2 persen untuk Desa, dan 8 persen untuk pemilik lahan/lokasi].
Kuat dugaan fee lahan/lokasi sebesar 8 persen, dan fee pengurus 2 persen, serta fee untuk pemerintah Desa sebesar 2 persen, yang nilai keseluruhannya ditaksir mencapai ratusan juta rupiah, diduga kuat hanya dinikmati oleh Gusti dan Ripay.
Gusti dan Ripay, diduga mengambil keseluruhan fee lahan/lokasi sebesar 8 persen, dikarnakan, Saiful, selaku teknisi lapangan dari pengusaha/pemodal asal kalimatan itu, melakukan pengolahan di lahan/lokasi bekas sungai yang telah kering [sungai mati], yang notabene tidak ada pemiliknya.
Informasinya, Saiful beroperasi di PETI Karya Mandiri, dan mengolah dilahan/lokasi bekas sungai yang telah kering [sungai mati] itu, baru sekitar tiga bulan lebih. Dua bulan pertama diduga Saiful baru mengoperasikan dua unit alat, setelah memasuki bulan ketiga, alat berat yang dioperasikan oleh Saiful diduga sebanyak 5 unit.
Saiful selaku penanggung jawab teknisi lapangan, yang ditemui wartawan media ini, membenarkan, informasi, dugaan Gusti dan Rifay menerima keseluruhan fee sebesar 12 persen, dari hasil pengolahan selama tiga bulan lebih.
Benar, kami sudah serahkan kepada Gusti, fee 12 persen tersebut. Namun ketika wartawan media ini menanyakan, besaran/nilai keseluruhan yang diserahkan kepada Gusti dan Rifay. Saiful berkilah, ”Lupa bang, tapi ada catatannya, dan juga yang membayarkan bukan saya,” kata Saiful, sambil tersenyum
Salah seorang sumber media ini, yang juga perna menjadi pengurus tambang ilegal di Desa Karya Mandiri, mengatakan, dari pertama di buka tambang tersebut, kuat dugaan hanya mereka berdua [Gusti dan Ripay], yang paling banyak ”makan” uang fee maupun uang pengawalan alat berat yang masuk.
”Ratusan juta uang, yang diduga mereka terima dari hasil tambang ilegal tersebut, karna mereka berdua yang mengendalikan pengusaha di lokasi,” kata sumber yang meminta identitasnya dirahasakan itu.
Lanjut kata sumber, memang pihak pemerintah Desa tidak terlibat, terkait fee atau aktifias pertambangan ilegal yang ada. Karna diduga mendapat penekanan dari Gusti dan Ipay. ”Pemerintah Desa tidak bisa ikut campur dalam urusan ini [pertambangan ilegal], nanti akan menabrak tembok,” kata sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan itu, dan diduga menirukan perkataan Gusti.
Sumber lainnya mengatakan, perbuatan kedua oknum tersebut [Gusti dan Ripay], mencerminkan pada dugaan sifat ”rakus”, pasalnya, hak orang lain pun tidak diberikan kepada pemiliknya. Maka tidak ada pilihan, selain menghentikan perbuatan mereka itu.
Jika mereka berdua [Gusti dan Rifay, tidak mau menyerahkan hak orang lain yang telah mereka terima, dengan terpaksa, akan kami laporkan kepada pihak Kepolisian, dengan merujuk pada pasal 55, 56 KUHP (lama) dan Pasal 20 UU 1/2023 (KUHP baru).
Gustiansya M Anang, hingga berita ini diterbitkan, belum berhasil dikonfirmasi. Sementara Rifay Tendean, diduga telah memblokir kontak wartawan media ini.
( ATNAN/RED )
