9,517 total views, 90 views today
DELIK-HUKUM.ID ( MEDAN ) — Surat klarifikasi resmi mengenai penggunaan Dana BOS Tahun Anggaran 2023–2024 yang dilayangkan Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) DPD Sumatera Utara pada tanggal 10 April 2025, hingga saat ini tidak kunjung mendapat jawaban tertulis dari Kepala SMP Negeri 1 Tebing Tinggi, Paini. Padahal, klarifikasi ini menyangkut transparansi pengelolaan dana publik yang nilainya mencapai miliaran rupiah.
Ironisnya, meskipun pihak sekolah sempat berjanji akan memberikan penjelasan, hingga berita ini diturunkan tidak ada satu pun klarifikasi resmi yang diterima. Sikap bungkam Kepala SMPN 1 Tebing Tinggi bukan hanya mengabaikan kewajiban akuntabilitas publik, tetapi juga menambah kuat dugaan adanya praktik penyalahgunaan anggaran.
Ketiadaan jawaban dari pihak sekolah atas surat klarifikasi tersebut kini menjadi sorotan serius. Publik menilai sikap diam itu sama saja dengan menghindari tanggung jawab, terlebih di tengah temuan sejumlah pos anggaran yang dinilai janggal, mulai dari dana Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) hingga belanja pengembangan perpustakaan yang nilainya hampir mencapai Rp1 miliar dalam dua tahun anggaran.

Sikap tertutup ini tidak hanya menimbulkan tanda tanya besar, tetapi juga memperkuat dugaan adanya potensi penyelewengan Dana BOS di SMPN 1 Tebing Tinggi, yang seharusnya digunakan untuk kepentingan pendidikan dan peningkatan kualitas belajar siswa.
Hal ini disampaikan Ketua DPD Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) Sumatera Utara, Fika Lubis, dalam konferensi pers di kantornya kepada awak media, termasuk Kabar Sembilan.
Menurutnya, hasil penelusuran dan klarifikasi yang dilakukan terkait penggunaan Dana BOS di SMP Negeri 1 Tebing Tinggi Tahun Anggaran 2023–2024 menemukan sejumlah kejanggalan serius yang harus dipertanggungjawabkan.
Pertama, pada Tahun Anggaran 2023, dana Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tercatat hampir Rp70 juta. Padahal, mekanisme PPDB saat ini sudah berbasis online dan jelas tidak membutuhkan biaya sebesar itu. Fakta ini menimbulkan dugaan kuat adanya praktik mark up anggaran
Kedua, pada TA 2024 justru terjadi penurunan drastis di pos yang sama, yakni hanya sekitar Rp4,8 juta. Perbedaan mencolok ini semakin memperkuat dugaan adanya ketidakberesan dalam pengelolaan anggaran.
Ketiga, di pos Pengembangan Perpustakaan, pada TA 2023 tercatat sebesar Rp389 juta. Namun pada TA 2024 justru melonjak tajam menjadi Rp700 juta lebih. Padahal, dalam Juknis BOS sudah ada aturan jelas mengenai belanja buku dan pengembangan perpustakaan.
Keempat, jika dijumlahkan, selama dua tahun anggaran 2023–2024, total pengeluaran untuk pengembangan perpustakaan/belanja buku di SMPN 1 Tebing Tinggi mencapai hampir Rp1 miliar. Pertanyaan besar pun muncul, buku apa yang dibelanjakan dengan nilai fantastis itu? Apakah sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang diwajibkan pemerintah, atau jangan-jangan justru fiktif.
Oleh karena itu, kami dari Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) DPD Sumatera Utara menegaskan bahwa dugaan penyalahgunaan uang negara ini sama sekali tidak dapat ditoleransi. Kami akan menindaklanjuti dengan melaporkan oknum Kepala Sekolah SMPN 1 Tebing Tinggi kepada aparat penegak hukum agar segera dilakukan penyelidikan secara menyeluruh dan transparan, tegas Ketua DPD LAI Sumatera Utara.
“Ini uang negara, bukan untuk diselewengkan. Kami pastikan akan membawa kasus Kepala SMPN 1 Tebing Tinggi ke ranah hukum,” ujar Fika Lubis.
Lebih lanjut, Fika menegaskan, “Kami menduga telah terjadi penyalahgunaan uang negara. Oknum Kepala Sekolah SMPN 1 Tebing Tinggi harus bertanggung jawab penuh. Jika tidak ada penjelasan yang transparan, kami pastikan kasus ini akan kami laporkan kepada aparat penegak hukum untuk diproses secara tuntas,” ujarnya.
“Kami menegaskan, Dana BOS adalah hak siswa dan harus digunakan untuk kepentingan pendidikan. Tidak ada ruang bagi siapa pun untuk menyalahgunakan uang negara. Lembaga Aliansi Indonesia DPD Sumatera Utara akan terus mengawal kasus ini hingga aparat penegak hukum mengambil tindakan tegas dan transparan. Pendidikan adalah amanah bangsa, bukan ladang bancakan,” pungkas Fika Lubis di akhir konferensi pers.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik karena menyangkut transparansi pengelolaan dana pendidikan yang seharusnya dipergunakan untuk meningkatkan mutu belajar siswa, bukan justru disalahgunakan demi kepentingan pribadi maupun kelompok tertentu. ( FICKRI/TIM )
