11,680 total views, 6 views today
DELIK-HUKUM.ID ( SULTENG ) — Kepolisian Republik Indonesia [Polri] memiliki peran penting dalam penindakan aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin [PETI], tentunya dengan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penangkapan terhadap para pelaku.
Pasal 37 jo pasal 158 UU No 3 Tahun 2020, perubahan atas UU No 4 Tahun 2009 tentang pertambangan minerba, dengan ancaman 5 tahun dan denda 100 miliar, dan pasal 55 UU No 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, dengan ancaman maksimal 6 tahun dan denda 60 miliar, atas dugaan penggunaan BBM Subsidi jenis solar, terkesan tidak berarti bagi para pelaku.
Sangat miris dan memalukan, ketika publik dipertontonkan atas dugaan ketidakberdayaan alat negara dalam hal ini Polri, dalam menegakan pasal-pasal yang ada, untuk menangkap dan menyita sejumlah peralatan yang digunakan oleh para pemodal/pelaku PETI yang berada di Desa Karya Mandiri Kecamatan Ongka Malino Kabupaten Parigi Moutong [Parimo] Provinsi Sulawesi Tengah [Sulteng].
Lima pemodal/pelaku PETI yang berinisial Aj, As, Ik, Im, dan Ap, didatangkan dari marisa Kabupaten Pohuwato oleh rekannya sesama penambang, atas nama Mas Ropik warga Desa Tinombala, kelima pemodal/pelaku tersebut di kawal oleh Yonas Dukalang, yang diduga sebagai oknum polri yang masih aktif.
Informasi yang berhasil di himpun media ini, Mas Ropik dan Yonas Dukalang diduga sebagai narahubung/lobi, sementara Gustiansyah, M Anang, dan Ripal Tendean, diduga sebagai eksekutor dilapanggan [lokasi PETI] termasuk yang bertanggung jawab menampung dan menyalurkan BBM Subsidi jenis solar yang diduga bersumber dari SPBU Mensung dan SPBU asal toli-toli.
Beberapa sumber media ini mengatakan, Gusti dan Ipay diduga sebagai pengumpul dana dari para pemodal/pelaku, diantaranya, dana keamanan sebesar 35 juta rupiah persatu unit alat, sementara untuk pengurus dan pemerinah desa masing-masing 2 persen dari hasil.
”Belum bertambah alat beratnya masih 7 unit, bos Aj, As, Ik, Ap masing-masing kuasai satu unit, sementara bos Im, diduga menguasai 3 unit alat, tapi informasinya yang dua ini cuma atas nama, ada yang punya”, ungkap sumber sembari meminta di rahasiakan identitasnya.
Hal senada disampaikan oleh beberapa penambang lokal yang berhasil di temui wartawan media ini, menurut mereka yang paling banyak berperan di lokasi itu Gusti, Ipay, Mas Ropik, ”urusan lokasi, keamanan di lokasi, masalah permintaan/pengumpulan uang, termasuk pendistribusian solar, semua melalui mereka-mereka itu, termasuk teman-teman manual itu, harus minta material kemereka juga”, ungkap penambang lokal/manual, lagi-lagi meminta identitasnya di rahasiakan, alasan keamanan.
Kepala Desa Karya Mandiri, Norma, yang di hubungi media ini, mengatakan, memang seperti itu aturannya yang mereka buat. 2 persen pengurus dan 2 persen pemerintah Desa. Namun sejak puasa kemarin, PETI di Karya Mandiri sudah tidak ada pengurusnya, dan pemerintah Desa tidak di kasih menerima uang, yang ada hanya berupa material.
”Kalau kita terima uang sama halnya kita menabrak tembok, itu kata Gusti dan Ipay kepada kami, sehingga kami tidak bisa mengetahui, berapa besaran bagi hasil 2 persen tersebut, termasuk jata untuk pengurus, siapa yang terima”, tutup Kades Norma dari balik ponselnya.
Kapolda Sulteng, Irjen. Pol. Dr. Agus Nugroho, S.I.K, S.H, M.H, melalui Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Pol Djoko Wienartono, S.I.K., S.H, M.H, terkesan masih memilih bungkam, tanpa memberikan tanggapan atas pesan konfirmasih yang dikirimkan.
Hal yang sama Kasat Reskrim Polres Parimo, Iptu, Agus Salim, S.H, M.A.P,juga belum memberikan tanggapan, hingga berita ini tayang.
Gustiansyah, M Anang, Mas Ropik, Ripal Tendean dan Yonas Dukalang, terkesan sepakat untuk tidak memberikan tanggapan atas pesan konfirmasi yang dikirimkan.
( ATNAN/DH )
