1,021 total views, 3 views today
JAKARTA, DELIK-HUKUM.ID,- Menjelang pemilihan umum 2024, para elite politik mulai menyusun strategi untuk memenangkan ajang kontestasi yang dilakukan dalam setiap 5 tahun sekali. Berbagai macam cara pun dilakukan guna mengambil simpatik rakyat untuk mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya, mulai dari memberikan janji manis hingga “sandiwara politik” yaitu mengeluarkan air mata seolah olah merasa terpukul dengan keadaan masyarakat yang sangat prihatin keadaannya saat ini.
Ada juga yang membuat pengobatan gratis bagi orang sakit yang tidak mampu untuk membayar perobatan di klinik maupun rumah sakit. Bahkan mereka rela mengeluarkan kocek yang begitu besar guna memuluskan akal dan strategi mereka supaya dapat memenangkan ajang pemilu tersebut.
Ada yang rela turun ke selokan memegang cangkul serta menahankan hujan-hujanan membersihkan saluran air macet karena hal itu juga menjadi salah satu bagian strategi untuk mengambil simpatik masyarakat terhadap si elite politik itu.
Banyak juga yang mendatangi rumah-rumah ibadah dan mendekatkan diri dengan para pemuka dan tokoh agama. Hal itu untuk menjaga elektabilitas mereka seolah-olah tidak akan menyimpang dari ajaran agama ketika terpilih nanti dalam pemilihan umum 2024 nanti.
Akal-akalan juga dilakukan dari mulai pemberian uang untuk bantuan peralatan ibadah juga merupakan salah satu straregi politik yang dikenal dengan sebutan Money Politic (Politik uang).
Ada yang dengan sengaja membagikan sembako di pagi hari saat menjelang pemilihan itu berlangsung. Peristiwa itu sering terjadi maka di dapat istilah “Serangan Fajar” yaitu berupa amplop putih yang didalamnya sejumlah uang dan kartu nama si caleg yang bersangkutan. Karena disitulah momentum yang tepat bagi elite politik untuk mendapatkan yang mereka harapkan yaitu suara dari masyarakat yang akan mencoblos ketika hari H nya berlangsung.
Sudah jelas itu nantinya ketika sudah duduk di kegislatif, tentunya akan berusaha untuk mengembalikan dana yang sudah dihamburkannya untuk meraih suara sebanyak mungkin. Dan akhirnya membuat si elite politik nantinya melakukan korupsi ketika menjabat dan duduk di legislatif ataupun dipemerintahan sebab uang yang mereka habiskan sudah terlalu banyak sementara gaji yang mereka dapatkan ketika duduk di parlemen atau di executive tidak mungkin menutupi dana yang sudah mereka keluarkan saat ajang kontestasi pemilihan umum legislatif atau executif itu berlangsung.
Dari situlah tanpa disadari masyarakat bahwa yang dirugikan nanti adalah mereka sendiri karena “uang rakyat” itu juga yang akan di ambil kembali oleh si pejabat untuk mengembalikan modal yang sudah mereka hamburkan kala itu.
Kita harus sadar dan peka untuk menghindari politik nakal yang dengan sengaja melakukan pencitraan mulai dari janji manis hingga pemberian uang kepada masyarakat.
Amir Arief, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK, mengatakan politik uang telah menyebabkan politik berbiaya mahal. Selain untuk jual beli suara (vote buying), para kandidat juga harus membayar mahar politik kepada partai dengan nominal fantastis.
Tentu saja, itu bukan hanya dari uangnya pribadi, melainkan donasi dari berbagai pihak yang mengharapkan timbal balik jika akhirnya dia terpilih. Perilaku ini biasa disebut investive corruption, atau investasi untuk korupsi.
“Dari kajian kami, keberhasilan dalam pemilu atau pilkada 95,5 persen dipengaruhi kekuatan uang, sebagian besar juga untuk membiayai mahar politik. Kontestan harus mengeluarkan Rp5-15 miliar per orang untuk ini,” ujar Amir
Lalu bagaimana mencegah terjadinya politik uang??
1.Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) beserta para aparatur negara dipaksa untuk turun langsung kelapangan setingkat desa,kecamatan maupun kabupaten/kota serta Provinsi guna melakukan pengawasan kepada para elite politik untuk menghindari kecurangan yang akan terjadi.
2.Melakukan audiensi kelapangan dan menemui tokoh masyarakat maupun pemuka agama,untuk mengajak mereka dan memberikan kesadaran kepada warga betapa sangat bahayanya politik uang apabila tetap terjadi di era pemilu 2024 nanti karena berdampak kepada bangsa dan negara ini nantinya.
Jangan sampai ajang pemilihan umum ini dikotori dengan elite politik nakal dan katakan tidak pada korupsi agar negara kita bebas dari para mafia politik.
3.Ketegasan peraturan yang bila ketahuan agar langsung aja di batalkan pencalonannya. Semuanya ini terjadi karena adanya kesempatan. Untuk menciptakan kesadaran, tentunya ini masih jauh dari harapan kita. Namun bila kita mempunyai niat yang tulus ingin memperbaiki demokrasi ini, tentunya semua bisa tercipta Pemilu yang bermartabat.
Ditulis oleh : Jolanda Theresia Siregar S.H