9,352 total views, 93 views today
DELIK-HUKUM.ID ( JAKARTA ) — Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum DKI Jakarta Pamuji Raharja menekankan pentingnya sistem integrasi data kependudukan untuk mengawasi Warga Negara Asing (WNA) di wilayah padat penduduk.
“Pengawasan orang asing tidak cukup dilakukan secara manual. Kita harus memperkuat sistem data antarinstansi agar informasi mengenai keberadaan warga negara asing dapat diakses dan diverifikasi secara cepat dan tepat,” kata Pamuji.
Hal itu disampaikan dalam acara diskusi terkait peran Tim Pengawasan Orang Asing (Tim Pora) di Jakarta, Selasa.
Pamuji menyebutkan, data kependudukan menjadi salah satu tulang punggung dalam pengawasan WNA di era digital.
Menurut dia, integrasi data antara lembaga imigrasi dan catatan sipil menjadi langkah strategis untuk memastikan pengawasan yang lebih akurat, efektif dan transparan, terutama di wilayah padat penduduk seperti Jakarta Timur.
Apalagi, pengawasan terhadap orang asing kini tidak bisa lagi dilakukan dengan cara-cara konvensional semata.
Pemerintah terus mendorong penguatan sistem pengawasan berbasis teknologi informasi dan integrasi antarinstansi melalui kebijakan Satu Data Indonesia.
“Pengawasan orang asing tidak cukup dilakukan secara manual. Kita harus memperkuat sistem data antarinstansi agar informasi mengenai keberadaan warga negara asing dapat diakses dan diverifikasi secara cepat dan tepat,” katanya.
Selain itu, Pamuji menjelaskan, dengan sistem kependudukan yang terintegrasi, data tentang keberadaan orang asing dapat dihubungkan dengan berbagai sumber informasi lain.
Seperti data imigrasi, kependudukan dan catatan sipil. Integrasi ini memungkinkan aparat pemerintah mendeteksi lebih dini potensi penyalahgunaan identitas, pelanggaran izin tinggal, atau aktivitas ilegal yang dilakukan oleh WNA.
“Data kependudukan sangat penting karena bisa memperkuat akurasi dan mencegah tumpang tindih identitas,” katanya.
Pamuji menilai, sistem kependudukan berbasis teknologi dan analisis data menjadi solusi efektif di tengah meningkatnya mobilitas dan arus masuk tenaga asing.
Pemerintah dapat memantau aktivitas WNA dengan lebih efisien tanpa mengganggu ruang gerak masyarakat umum.
“Data kependudukan sipil juga mempermudah dalam melacak, memverifikasi, dan mengidentifikasi secara mudah keberadaan warga negara asing di suatu wilayah,” kata Pamuji.
Pamuji berharap jajaran Imigrasi Jakarta Timur (Jaktim) dan seluruh anggota Timpora dapat terus berupaya menjaga sinergi dan keamanan wilayah melalui pemanfaatan teknologi informasi.
Sebelumnya, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Jakarta Timur, Earias Wirawan menyebutkan, sebanyak 15 WNA yang tinggal di wilayah tersebut dideportasi karena melakukan pelanggaran selama periode Januari-Mei 2025.
Kasus pelanggaran tindakan administrasi keimigrasian (TAK) ditemukan 18 WNA, namun yang dideportasi ada 15 WNA. Sedangkan kasus pelanggaran WNA pada 2024 sebanyak 52 kasus.
Adapun Tim Pora terdiri atas Kantor Keimigrasian, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Dinas atau Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) setempat.
( SYAFRIL/RED )
