1,712 total views, 6 views today
Muara Enim, Delik – Hukum.Id- Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Muara Enim menggelar rapat dengan pengurus gereja Katolik OKU dalam upaya mencari solusi untuk penyelesaian masalah penolakan pembangunan Gereja Katolik di Desa Lubai Persada dari masyarakat setempat.
Rapat tersebut diselenggarakan di aula Kantor Camat Lubai Ulu pada Rabu (21/6/2023) yang dipimpin langsung oleh Sekretaris Camat Lubai Ulu, Rudy Harianto, S.T., M.M., yang juga dihadiri oleh Ketua FKUB Kabupaten Muara Enim dan pengurus, perwakilan dari Kementerian Agama (Kemenag), Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), Koramil, Polsek Rambang Lubai, Polres Muara Enim, serta tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Pembangunan Gereja Katolik di Desa Lubai mendapat penolakan dari masyarakat setempat. Hal ini disebabkan karena mereka tidak meminta persetujuan dari masyarakat di daerah itu dan prosedur yang diikutinya tidak sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Dua Menteri.
“Selama ini kami sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kerukunan umat beragama. Namun, sejak saudara Cipto mengunggah video tentang pembangunan Gereja di Desa Lubai Persada, gesekan tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan karena mereka tidak meminta persetujuan dari masyarakat setempat dan prosedur yang diikuti tidak sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Dua Menteri,” kata Winasis salah seorang perwakilan dari umat Islam dalam rapat itu.
Dikatakanya, bahwa sebelum adanya pembangunan rumah ibadah tersebut, masyarakat telah hidup dalam harmoni dan saling menghargai.
Sementara itu, pengurus gereja Katolik OKU Maryono, menyatakan bahwa gedung yang sedang dibangun di Desa Lubai Persada, Kecamatan Lubai Ulu, Kabupaten Muara Enim, sebenarnya adalah tempat tinggal, bukan rumah ibadah,”ucapnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua FKUB Muara Enim, Drs. H. Sarban Sardjono, S.H., dengan tegas menjelaskan bahwa pembahasan yang dilakukan akan berfokus pada aturan yang berlaku dan bukan kebijakan. Ia juga memberikan penjelasan singkat mengenai definisi tempat ibadah dan rumah ibadah.
“Di sini, saya ingin membahas aturan, karena tidak ada kebijakan dalam hal ini. Semua sudah diatur dalam SKB Dua Menteri Nomor 8 dan Nomor 9 Tahun 2006. Peraturan bersama tersebut mengatur tentang pendirian rumah ibadah, izin sementara pemanfaatan bangunan gedung, dan penyelesaian perselisihan,” jelas Sarban.
Menurutnya mengatakan bangunan tersebut adalah rumah ibadah dan statusnya adalah bangunan baru.
“Jadi saya meminta agar proses pembangunannya dihentikan sementara karena belum ada permohonan ke FKUB dan Kemenag, persetujuan dari masyarakat setempat, serta izin dari pemerintah. Jika ada pihak yang keberatan, silakan menggugat kami melalui jalur pengadilan,”tegas Sarban.
Sementara dalam rapat tersebut, Kemenag menegaskan komitmen mereka dalam melindungi hak umat beragama untuk beribadah. Mereka mengingatkan bahwa pemenuhan prosedur dan persyaratan yang telah ditetapkan merupakan kunci utama dalam membangun rumah ibadah.
Pihak Kemenag mengharapkan dapat memberikan solusi yang adil dan mengedepankan dialog serta kerukunan antarumat beragama.
Sementara, awak Media mencoba mengkonfirmasi perihal tersebut pada Kades Lubai Persada Gustam Via WhatsApp namun belum ada jawaban hingga berita ini diturunkan. (FJr)