
6,543 total views, 3 views today
DELIK-HUKUM.ID ( SULAWESI TENGAH ) — Sejak penandatanganan kontrak pada tanggal 4 maret 2024, telah terendus bau busuk yang diduga bersumber dari Paket Preservasi Ruas Tinombo-Molosipat, Paket tersebut berada di bawah kendali Heriyanto, ST, MT, selaku PPK 2.1, Yudha Sandyutama, ST.MT selaku Ka.Satker Wilayah 2, Dadi Muradi, ST. MT selaku Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional [BPJN] Sulawesi Tengah [Sulteng] Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR.
PT.Bagaskara Pratala Manunggal, sebagai pemegang kontrak dengan nilai Rp. 48,576,273,900,-. Ternyata hanya mampu menyelesaikan anggaran pekerjaan sebesar RP.21,392,171,900,-. dalam waktu enam bulan lebih [maret-oktober], sampai diputus kontrak pada pertengahan bulan oktober 2024.
Berdasarkan data dan informasi yang berhasil dihimpun media ini, kegagalan PT.Bagaskara Pratala Manunggal menyelesaikan kontrak tersebut, diduga faktor raibnya uang muka sebesar 20 persen atau senilai Rp.9 miliar lebih. Dan hal itu sangat berpotensi terjadinya dugaan markup bobot fisik hingga dugaan laporan realisasi pekerjaan fiktif pada proyek Preservasi tersebut.
Dugaan uang muka tersebut tidak digunakan pada pekerjaan proyek tersebut, seakan mendapat pembenaran dari data yang ada, yang mana, baru sekitar satu bulan lebih, pasca pencairan uang muka [akhir bulan maret] pihak kontraktor, sudah harus mengajukan termin, sekalipun bobot baru sebesar 2,2 persen.
Data dan informasi tersebut, kembali dikuatkan oleh pernyataanya, Erik, sebagai General Superintendent [GS] PT.Bagaskara Pratala Manunggal, dan Dadi Muradi [Kepala BPJN Sulteng] sebagaimana yang dilansir dari media Cyber88, edisi 03 september 2024.
‘’Saya mengantikan GS lama sekitar bulan mei, jadi saya tidak mengetahui penggunaan uang muka tersebut. Iya, sudah dua kali kami mengajukan termin, pertama diawal bulan mei, dengan bobot fisik 2,2 persen, dan termin kedua pada bulan juni, dengan bobot sebesar 5,52 persen’’, ungkap Erik, [dilansir dari media Cyber88]
Sementara menurut, Dadi Muradi [Kepala BPJN Sulteng] bobot fisik di minggu terakhir agustus sudah mencapai 10,5 persen, yang kita bayarkan, baru sekitar 5,56 persen, saat ini sementara berjalan test case untuk proses menuju SCM tiga, jika tidak tercapai bobot fisik yang kami targetkan, maka kami akan minta pertimbangan pusat [Kementerian PUPR] untuk pemutusan kontrak [dilansir dari media Cyber88].
Mengejutkan, ternyata dana yang dibayarkan kepada PT.Bagaskara Pratala Manunggal selama enam bulan lebih [maret sampai dengan pertengahan oktober] sebesar RP.21,392,171,900,-. . Sementara pada akhir bulan agustus bobotnya baru sekitar 10.5 persen.
Terkait masalah BPJN Sulteng terkesan paksakan lelang kembali pagu sisa anggaran pemutusan kontrak sebesar Rp.27.184.102.000, sementara waktu pelaksanaan tersisa satu bulan, hal itu mendapat tanggapan serius dari, Dewi Shita Melani Fiscer, SH. MH, salah satu praktisi hukum di Sulteng.
Menurutnya, diduga ada kepanikan pada pihak BPJN Sulteng, atas diputusnya kontrak paket tersebut, ”mereka [BPJN Sulteng] diduga takut, jika Badan Pemeriksa Keuangan [BPK] melakukan audit investigasi, biasanya, BPK ingin memastikan, apakah, volume pekerjaan sudah sesuai dengan uang yang dibayarkan oleh negara. Karna pada saat pemutusan kontrak itu, rentan terjadi dugaan persikongkolan melakukan markup bobot” beber Dewi kepada Media ini.
Lelang kembali sisa pagu anggaran, merupakan salah satu langkah jitu, untuk memperkecil, asumsi publik atas dugaan terjadinya penyimpangan pada pelaksanaan paket tersebut, jika waktu pelaksanaan masih singkron dengan pagu anggaran yang akan dilelang.
”Sebaliknya, jika nilai pagu sudah tidak singkron dengan waktu pelaksanaan, justeru hal itu, mengindikasikan adanya kepanikan pada mereka [BPJN Sulteng] karna ada kesan dipaksakan” ungka Dewi.
Yhudi, salah satu tokoh pemudah di Kecamatan Ongka Malino, memberkan kritikan pedas terkait pelaksanaan proyek tersebut, sebagai masyarakat penerima manfaat, saya berharap agar pihak BPJN Sulteng harus jentel memberikan informasih publik yang berkaitan dengan keuangan negara yang melekat di paket preservasi tersebut.
”Jika mereka [BPJN Sulteng] terkesan menutup informasi, berarti ada benarnya dugaan penyimpangan di proyek tersebut. Simpel saja, jika semua berjalan sesuai mekanisme dan kontrak, apa yang mau ditakutkan” Tanya Yhudi dengan nada sedikit kesal.
Lebih lanjut kata Yhudi, kepada APH yang ada di Provinsi Sulteng, mohon segerah lakukan penyelidikan sebagai bentuk upaya hukum dan tanggung jawab kepada masyarakat dan negara.
”Jelas, hal itu menjadi tanggung jawab mereka [APH] sebagai abdi negara, untuk menjaga dan menyelamatkan keuangan negara, jangan paksakan masyarakat, publik pada umumnya untuk berasumsi, bahwa telah terjadi dugaan ”baku atur” agar dugaan penyimpangan terbiarkan begitu saja”, Tutup Yhudi.
Heriyanto, ST, MT, selaku PPK 2.1, membalas pesan konfirmasi dengan mengatakan, terimakasih informasinya, saya lagi koordinasi dengan pak Satker, namun hingga berita ini naik tayang, Heriyanto tidak kunjung memberikan tanggapan.
Yudha Sandyutama, ST.MT selaku Ka.Satker Wilayah 2, telah memblokir kontak wartawan media ini, sementara, Dadi Muradi, ST. MT selaku Kepala BPJN Sulteng, juga tidak memberikan tanggapan.
( ATNAN/RED )